Selasa, 21 Oktober 2014

Sunah sebagai Sumber Hukum


A.    Sunnah Sebagai Sumber Hukum
1.      Pengertian
Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa sunnah sebagai sumber hukum islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran sunnah sebagai sumber hukum islam, bukan saja memperoleh dosa tetapi juga murtad hukumnya.
            Banyak ayat Al-Qur’an atau al-Hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu merupakan salah satu sumber hukum Islam, selain Al-Qur’an, yang wajib di ikuti sebagaimana mengikuti Al-Qur’an baik dalam bentuk awamir maupun nawahinya. Untuk mengetahui sebagaimana kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat dari beberapa dalil, baik dalil naqli maupun aqli, sebagai berikut:
¨      Dalil Al-Qur’an
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima yang di sampaikan oleh Rasul kepada umatnya untuk di jadikan pedoman. Di antara ayat-ayat dimaksud adalah:


Firman Allah dalam surat Ali imran ayat 179 yang artinya sebagai berikut:
”Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan Allah memilih siapa yang di kehendaki-Nya di antara Rosul-Rosul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan Rosul-Rosul-nya dan jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar”
Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 32 yang artinya sebagai berikut:
Katakanlah! Taatilah Allah dan Rosul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”
Firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 92 yang artinya sebagai berikut:
”Dan taatlah kamu kepada Allah dan kepada Rasul-Nya, dan berhati-hatilah”
Dari sinilah sebetulnya dapat dinyatakan bahwa ungkapan wajib taat kepada Rasul SAW dan larangan mebdurhakainya, merupakan suatu kesepakatan yang tidak diperselisihkan oleh umat Islam.
¨      Dalil al-Hadits
Dalam salah satu pesan Rosulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan hadits sebagai pedoman hidup, di samping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:
”Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan sunnah Rosul-Nya”
Dalam hadits lain Rosulullah bersabda:
”Wajib bagi sekalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya”
Hadits-hadits tersebut di atas, menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadits atau menjadikan hadits sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.
¨      Kesepakatan Ulama (ijma’)
Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung dalam hadits ternyata sejak Rosulullah SAW masih hidup, sepeninggal beliau, mulai masa Khulafaur ar-Rasyidin hingga masa-masa selanjutnya, dan tidak ada yang mengingkarinya. Banyak di antara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungannya, akan tetapi bahkan mereka menghafal, memelihara, dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain:
Ketika Abu bakar di ba’iat menjadi Khalifah, ia pernah berkata ”Saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan atau dilaksanakan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya”
¨      Sesuai dengan petunjuk akal
Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Di dalam mengemban missinya itu, kadang-kadang beliau hanya sekedar menyampaikan apa yang diterima dari Allah SWT, baik isi maupun formulasinya dan kadang kala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan ilham dari Tuhan. Namun juga tidak jarang beliau membawakan hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak ditunjuk oleh wahyu dan juga tidak dibimbing oleh ilham. Hasik ijtihad beliau ini tetap berlaku sampai ada nas dan menasakhkannya.
2.      Fungsi hadits terhadap Al-qur’an
            Dalam hubungan dengan Al-qur’an, maka As-sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu.
Apabila di simpulkan tentang fungsi As-Sunnah dalam hubungan dengan Al-qur’an itu adalah sebagai berikut:
a)      Bayan at-Tafsir
Yaitu memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, mamberikan Taqyid (pensyaratan) ayat-ayat al-Qur’an yang masih mutlak, dan memberikan Takhsis (penentusn khusus) ayat-ayat al-Qur’an yang masih umum. Seperti hadits : ”shallu kamaa ra aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku sholat) adalah tafsiran dari ayat al-Qur’an yang masih umum yaitu : ”Aqimush shalah”.
b)     Bayan at-Taqrir
Yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi al-Hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur’an.
Seperti hadits : ”idha raitumuuhu fashumu wa idha raitumuuhu fa afthiruu” (Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat  (ru’yah) itu maka berbukalah) adalah mentaqrir ayat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 185 ”faman zahia minkumusyahra falyashumhu”(Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa).
c)      Bayan at-Taudhih
      Yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat al-Qur’an seperti pernyataan Nabi : ”Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah di zakati” adalah taudhih (penjelasan) terhadap ayat al-Qur’an dalam surat at-Taubah ayat 34 yang artinya sebagai berikut : ”Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah, maka gembiralah mereka dengan azab yang pedih”.
B.     Kelompok Inkar Sunnah
1.      Pengertian
            Inkar Sunnah adalah gerakan yang ada di kalangan umat islam yang tidak atau enggan mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, mereka hanya berpegang kepada Al-Qur’an saja.
            Jadi, inkar sunnah adalah kelompok dari kalangan umat islam yang menolak otoritas dan kebenaran sunnah sebagai sumber hukum dan sumber ajaran Islam. Contoh : shalat yang dalam Al-Qur’an hanya di jelaskan tentang perintah pelaksanaannya maka golongan inkar sunnah dalam tata cara sholat terserah pada mereka sendiri. Jadi kadang dalam satu hari nereka hanya melaksanakan satu sholat sedangkan dalam hadits penjelasannya itu ada.
            Para penganut inkar sunnah terdiri dari 3 kelompok :
a.       pertama, mereka menolak hadits-hadits Rosulullah secara keseluruhan.
b.      Kedua, mereka menolak hadits Rosulullah kecuali hadits-hadits yang mengandung nashnya didalam al-Qur’an.
c.       Ketiga, mereka menolak hadits ahad dan hanya menerima hadits mutawatir.
Kelompok inkar sunnah menolak sunnah karena mereka beranggapan bahwa :
a.        Al-Qur’an di turunkan Allah SWT dalam Bahasa Arab dan Bahasa Arab yang baik, maka Al-Qur’an akan dapat di pahami dengan baik tanpa perlu penjelasan hadits-hadits Rasul.
b.        Al-Qur’an penjelas segala sesuatu, maka menurut mereka Al-Qur’an sebagai penjelas segala sesuatu telah mencakup segala sesuatu yang dibutuhkan oleh umatnya.
2.      Sunnah menurut para pengingkarnya
            Istilah Sunnah disamakan pengertiannya dengan istilah hadits sebagaimana yang dinyatakan oleh ulama hadits pada umunya, yakni segala sabda, perbuatan, taqrir, dan sifat Rasulullah SAW.
            Pada zaman Nabi (w.632 M), umat Islam sepakat bahwa sunnah merupakan salah satu sumber ajaran Islam di samping Al-Qur’an. Belum atau tidak ada bukti sejarah yang menjelaskan bahwa pada zaman Nabi ada dari kalangan umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Bahkan pada masa Khulafaur ar-Rasyidin (632-661 M) dari Bani Umayyah (750-1258 M) belum terlihat secara jelas adanya kalangan umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Barulah pada awal masa Abbasiyah, muncul secara jelas sekelompok kecil umat Islam yang menolak sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam. Mereka itu kemudian dikenal sebagai orang-orang yang berpaham inkar al sunnah yaitu munkir al sunnah.
            Hal itu dapat dipahami dari uraian Syafi’i (757-820 M) dalam kitabnya, al-Umm. Mereka itu oleh Syafi’i dibagi 3 golongan yaitu : (1) golongan yang menolak seluruh sunnah, (2) golongan yang menolak sunnah, kecuali bila sunnah itu memiliki kesamaan dengan petunjuk Al-Qur’an, (3) golongan yang menolak sunnah yang berstatus ahad, dan hanya menerima sunnah yang ber status mutawatir.
3.      Argumen-argumen para pengingkar Sunnah
            Memang cukup  banyak argumen yang telah dikemukakan oleh mereka yang berpaham inkar al-sunnah, baik oleh mereka yang hidup pada zaman al-Syafi’i maupun yang hidup pada zaman sesudahnya. Dari berbagai argumen tersebut, ada yang berupa argumen-ergumen naqli (ayat al-Qur’an dan hadits) dan ada yang berupa argumen-argumen non-naqli.
a.      Argumen-argumen Naqli
Yang dimaksud dengan argumen-argumen naqli tidak hanya berupa ayat-ayat al-Qur’an saja, tetapi juga berupa sunnah atau hadits Nabi.
      Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 89 yang artinya :
”…Dan Kami turunkan kepadamu Alkitab (Alqur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu…”
Al-Qur’an surat al-An’am ayat 38 yang artinya :
”…Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Alkitab…”
Menurut para pengingkar sunnah, kedua ayat diatas tersebut menunjukkan bahwa Al-qur’an telah mencakup segala sesuatu berkenaan dengan ketentuan agama.   Dengan demikian, tidak diperlukan adanya keterangan lain, misalnya sunnah.
Menurut para pengingkar sunnah, sesuatu zhann (sangkaan) tidak dapat dijadikan hujah (hujjah). Hadits pada umumnya berstatus zhann dan hanya sedikit saja yang berstatus qathi’. Kalau agana didasarkan kepada sesuatu yang zhann, maka berarti agama berdiri diatas dasar yanng tidak pasti. Hal itu tidak boleh terjadi karena, hadits atau sunnah bukanlah sumber ajaran Islam. Sumber ajaran Islam haruslah yang berstatus pasti (qath’i) saja, yakni Alquran.
Dalam hal ini, kelompok pengingkar sunnah terbagi menjadi 2 yaitu: satu kelompok menerima hadits mutawatir sebagai hujjah sebab hadits mutawatir bersifat qath’i, satu kelompok lagi menolak seluruh hadits, termasuk yang mutawatir sebab jumlah hadits yang berstatus mutawatir hanya sedikit saja, sedang yang terbanyak adalah hadits ahad, yakni hadits yang menurut mereka berstatus zhann. Karena yang dominan adalah zhann, maka dengan demikian hadits tidak dapat dijadikan hujjah. Tegasnya, hadits atau sunnah bukanlah sumber ajaran Islam.
b.      Argumen-argumen non-naqli
Yang dimaksud dengan argumen-argumen non-naqli adalah argumen-argumen yang tidak berupa ayat al-Qur’an dan atau hadits.
Cukup banyak argumen-argumen yang termasuk non-naqli yang telah diajukan oleh para pengingkar sunnah, diantaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:
v  Al-qur’an diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW (melalui malaikat Jibril) dalam bahasa arab. Orang-orang yang memiliki pengetahuan bahasa arab mampu memahami Al-qur’an secara langsung, tanpa bantuan penjelasan dari hadits Nabi. Dengan demikian, hadits Nabi tidak diperlukan untuk  memahami petunjuk Al-qur’an.
v  Dalam sejarah, umat Islam telah mengalami kemunduran. Umat Islam mundur karena umat Islam terpecah-pecah. Perpecahan itu terjadi karena umat Islam berpegang kepada hadits Nabi. Jadi menurut para pengingkar sunnah, hadits Nabi merupakan sumber kemundurqn umat Islam, agar umat Islam maju, maka umat Islam harus meninggalkan hadits Nabi.
4.      Bukti-bukti kelemahan argumen-argumen para pengingkar sunnah                                                                                                           
a.      Kelemahan argumen-argumen naqli
Seluruh argumen-argumen naqli yang diajukan oleh para pengingkar sunnah untuk menolak sunnah sebagai sumber ajaran agama Islam adalah lemah sekali.
Bukti-bukti kelemahannya dapat dikemukakan sebagai berikut :
·         Menurut sebagian ulama’, dalam Al-qur’an termuat semua ketentuan agama. Ketentuan itu ada yang bersifat global dan juga terperinci. Ketentuan secara global dijelaskan rinciannya oleh hadits Nabi. Apa yang dijelaskan oleh Nabi menurut Al-qur’an wajib dipatuhi oleh orang-orang yang beriman.
·         Menurut sebagian para ulama’ lagi yang dimaksud dengan Al-qur’an adalah al-lauh al-mahfudh yang menjelaskan tentang semua peristiwa tidak ada yang dialpakan oleh Allah. Semuanya termuat dalam al-lauh al-mahfudh. Allah telah menetapkan rejekinya,  ajalnya dan perbuatannya di al-lauh al-mahfudh.
b.      Kelemahan-kelemahan argumen non-naqli
·         Sebagian dari para ulama pengingkar sunnah itu memeng menyakini bahwa Nabi Muhammad tidak berhak sama sekali untuk menjelaskan Al-qur’an. Dengan demikian para pengingkar sunnah itu telah pula mengingkari petunjuk Al-qur’an itu sendiri. Sebab Al-qur’an secara tegas telah menjelaskan bahwa Nabi Muhammad diberi kewenangan untuk menjelaskan AL-qur’an dan orang-orang beriman diwajibkan oleh Allah untuk mematuhi Allah dan Nabi Muhammad.
·         Sebagian pengingkar sunnah tidak mengetahui pengetahuan yang cukup tentang bahasa arab, sejarah Islam, sejarah priwayatannya, dan pembinaan hadits, berbagai kaidah, istilah dan ilmu hadits serta metodologi penelitian hadits.



Referensi
Faridl, Miftah. (2001). As Sunnah Sumber Hukum Islam Yang Kedua, Bandung :   Pustaka.
H.M. Syuhudi Ismail. (1995). Sejarah nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan       Pemalsunya. Jakarta : Gema Insani Pres.
Hasbi Ash-Shiddieqy, Prof. T.M (1965). Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta :      Bulan Bintang.
Quraish, M. Syihab. (1996). Memurnikan Al-Qur’an. Bandung : Mizan
Munzir Suparta. (1993). Ilmu Hadits. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar